Perkembangan aliran sesat semakin meresahkan ummat. Seruan mengadili para penyebar dan pengikut ajaran menyimpang pun kian gencar disuarakan. Tapi bagaimana bentuk pengadilan yang seharusnya? Samakah kasusnya dengan teroris? Berikut petikan wawancara muhammad meflin dengan Tgk. H. Faisal Ali.
Menyikapi situasi terakhir dari kasus aliran sesat?
Aliran yang dimaksud adalah Millata Abraham yang juga dikenal dengan istilah Mukmin Muballigh. Mereka ini sudah meresahkan berbagai kalangan di Aceh, terutama kalangan yang selama ini peduli terhadap aqidah Islam. Kelompok inilah yang paling banyak. Ada juga sebagian orang yang tidak sensitif dengan masalah aqidah, bagi mereka hal ini biasa-biasa saja. Ada satu lagi kelompok yang menganggap masalah ini adalah hal-hal yang tidak perlu dipersoalkan.
Dalam pandangan saya ada ada tiga model masyarakat dalam merespon maraknya aliran sesat ini. Pertama sangat mendukung, karena itu masalah aqidah. Kedua tidak begitu peduli. Ketiga menentang keputusan-keputusan ini; karena mereka menganggap masalah aqidah itu hak individu yang tidak boleh ada intervensi oleh negara atau oleh siapa pun.
Sikap Anda dalam merespon masalah ini?
Melihat perkembangan-perkembangan yang terjadi sekarang ini, menurut saya semua kita ini harus kembali kepada amaliah dalam konteks empat Imam Mazhab dan aqidah kepada Asy’ari atau Maturidi. Kalau tidak, akan terus bermunculan aliran dan pemikiran-pemikiran yang membuat kita kewalahan untuk menyelesaikannya.
Keempat Imam Mazhab, dalam konteks aqidah berpegang kepada pemahaman aqidah menurut Imam Asy’ari dan Al-Maturidi. Dalam perkembangan selanjutnya aqidah ini kemudian disebut dengan istilah Aqidah Islam Ahlussunnah wal Jamaa’ah. Rasulullah sendiri di dalam suatu haditsnya mengatakan, dari 73 aliran yang kelak berkembang dalam Islam, hanya satu yang benar, yakni ahlusunnah waljama’ah. Jadi penyebutan ini ada dasarnya.
Makna ringkas dari ahlussunnah wal jamaa’ah ini?
Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah adalah aqidah yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits nabi. Aqidah ini juga diimplementasikan oleh para sahabat, tabiin dan ummat Islam. Bahkan Imam Abu Musa Al-Asy’ari dan Al-Maturidi adalah golongan tabi’in. Merekalah yang merumuskan dan mengembangkan gagasan, kriteria dan pengamalan aqidah ahlussunnah wal jamaah. Jadi aqidah mereka tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Hadits.
Terkait wacana hukuman mati bagi pelaku aliran sesat?
Karena Aceh punya keistimewaan di dalam hal agama, maka kita bisa menjerat mereka dengan hukuman mati. Kenapa teroris bisa dijerat dengan hukuman mati? Abu Bakar Ba’asyir dipidana kurungan sampai 20 tahun? Itu kan karena ada kemauan dari aparat penegak hukum dan penguasa di Republik Indonesia ini. Apalagi isu teroris telah menjadi isu internasional. Jadi bagi mereka yang telah terbukti pelaku dan penyebar aliran sesat, bisa saja dijerat dengan hukuman mati, kalau ada kemauan dari penguasa di Aceh ini.
Bagaimana mekanisme dalam Islam?
Rasul sendiri telah bersabda: ”Siapa yang mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia.” Tentu saja tahapan ini adalah tahapan terakhir, setelah melalui proses hukum oleh pihak berwenang. Bukan masyarakat yang memutuskan. Seperti kasus Zainuddin CS kelompok Millata Abraham, kalau ia masih tetap mempertahankan bahwa ia yang benar dan menolak bertobat, maka dia sudah tidak bisa kita tolerir dengan hukuman kurungan. Tetapi harus kita pancung di depan masyarakat. Alasan ketidak-insafan mereka atau tidak mau bertobat, mereka dapat digolongkan murtad. Berdasarkan itulah kemudian ajaran Islam membolehkan hukuman mati.
Di negara lain bahkan di negara kita, hukuman mati ini pernah kita lakukan. Kenapa dalam kasus ini tidak bisa kita lakukan? Kita ini tidak boleh didikte oleh pihak-pihak yang ingin merusak agama kita.
Mengapa masyarakat mudah terpengaruh aliran sesat?
Pertama, akibat dari kurang peduli terhadap agama. Terutama sekali pihak-pihak yang punya kapasitas dalam suatu komunitas. Misalnya di kalangan mahasiswa di Aceh. Sejauh mana kepedulian pihak rektorat bagi pembekalan aqidah mahasiswanya? Begitu juga dengan masyarakat, kepala desa dan semua pihak harus dipertanyakan keseriusan dan tanggung jawabnya.
Kedua, akibat daripada kelengahan pemerintah dalam menjalankan kewenangannya, terutama dalam penetapan anggaran untuk mencegah aliran-aliran sesat yang berkembang di tengah masyarakat.
Maka kasus Millata Abraham ini haruslah menjadi kasus terakhir di Aceh. Ke depan jangan ada lagi millata-millata itu. Boleh jadi dengan cara melaksanakan pengajian-pengajian yang resmi, tenaga pengajarnya yang resmi, mata pelajarannya yang resmi tempatnya yang resmi dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Hal lain?
Masyarakat kita sekarang ini sudah menjauhi sumber-sumber kebenaran. Pertama mereka menjauhi Al-Qur’an dan menjahui hadits. Bahkan menjauhi orang yang menyampaikan hadits dan Al-Qur’an, yaitu ulama. Ulama tidak lagi menjadi referensi masalah keagamaan. Memang secara fisik dan emosional dengan ulama mereka dekat. Namun kedekatan itu bukan untuk mencari kebenaran dari ulama tersebut. Seharusnya kedekatan dengan ulama itu mereka manfaatkan untuk menimba ilmu pengetahuan agama dan mencari kebenaran. Sebab dengan ilmu dan kebenaran itulah mereka terpelihara, terjaga, dari pada ajakan-ajakan yang sesat.