Terkini :
Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah Kembali Menerima Pendaftaran Siswa(i) untuk Jenjang SMK, Info selengkapnya silahkan donwlaod brosurnya
Home » » JAGA TRADISI SELAMATKAN NANGGROE

JAGA TRADISI SELAMATKAN NANGGROE

Written By Unknown on Selasa, 29 April 2014 | 09.59


Oleh. Abu Sibreh
Tgk. H. Faisal Ali
Di sampaikan pada peringatan Harlah PW. GP. Ansor Aceh
di Hotel Hermes

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan segenap rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga pada kesempatan yang penuh kebahagiaan ini kita masih bisa berkumpul di tempat ini, Amin.

Selanjutnya shalawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. yang telah memberikan kita tuntunan sehingga kita bisa menjadi umat yang Insya'allah di ridhoi, Amin.

Yang terhormat ibu/bapak...
Serta hadirin sekalian yang kami muliakan !

Saudara-saudara yang saya hormati.
Sebagai warga yang menyukai tanah kelahirannya, serta sebagai warga dari negara yang kita cintai ini. Sepatutnya kita bisa melindungi apa yang sudah jadi warisan beberapa leluhur kita yakni kebudayaan. Sangatlah salah bila kita sebagai pribumi mencemooh apa yang sudah leluhur kita wariskan pada kita..

Kita hendaknya tidak menjadi lupa diri, dari mana dan di mana kita berada saat ini. Sebab terasa sangat aneh, jika kita melupakan asal usul kita sendiri. Misalnya, tidak sedikit generasi muda kita saat ini yang lupa jati dirinya sendiri. Ia merasa bangga dengan kebudayaan luar serta membiarkan kebudayaan kita hilang dicuri orang. Pergeseran nilai budaya sebagai contoh pada makanan impor yang saat ini dengan mudahnya melakukan infasi ke Indonesia dan Aceh. Anak-anak kita sekarang mungkin ada yang tidak kenal lagi dengan bulukat kuah tuhe, karena sudah ada pizza hut, halua sudah bertukar dengan mc Donald, geukarah telah diubah menjadi KFC, dan banyak lagi kuliner peninggalan leluhur kita yang sudah hilang dalam rumah-rumah tangga orang Aceh sekarang ini. Mungkin, hanya orang-orang kampong saja yang masih melestarikan kekayaan khazanah kuliner tradisional Aceh saat ini.

Saudara-saudara yang saya hormati.
Selain mudah melupakan peninggalan leluhur, aspek lainnya yang tak kalah penting adalah, ada dari kita yang begitu mudahnya melupakan “akarnya”. Misalkan hari ini ada pejabat yang berasal dari dayah. Bahkan ada yang menduduki jabatan strategis seperti kepala daerah, namun sang pejabat malah masih malu-malu mengakui dirinya berasal dari dayah. Malah, jika ada pembahasan tentang dayah, orang yang asal dayah pulalah yang lebih keras suaranya mengkritik dayah.

Padahal ketika dulu, saat hendak bertarung dalam pilkada atau pemilu legislative, ada yang memelas, minta dikasihani untuk didukung oleh para ulama. Bahkan, kepada ulama dijanjikan angin surga. Misalnya dengan mengalokasikan dana untuk dayah, beasiswa bagi santri, dan pembangunan fisik dayah, dan entah apalagi janji-janji lainnya. Namun, apa yang dialami oleh pimpinan dayah dan para santri, sangat jauh panggang dari api.

Sebagai contoh, anggaran yang disediakan untuk pengembangan dayah/pesantren dan balai pengajian selama ini masih minim, terutama anggaran untuk pembangunan fisik dayah. Selain itu, masih banyak dayah dan lembaga pengajian yang belum mendapat bantuan dari provinsi.

Kita tidak tahu, apakah tahun depan akan bertahan pada angka yang sama malah dibawah itu. Namun kita tetap berharap, tahun depan Bapak Gubernur dapat meningkatkan anggaran untuk dayah. Kita juga memohon agar besaran insentif guru dayah juga bisa ditingkatkan  pada tahun 2014. 

Memang pemprov melalui Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh, tahun ini Pemerintah Aceh menganggarkan dana Rp 15 miliar untuk insentif guru dayah/pesantren diseluruh Aceh. Namun angka ini jelas sangat minim dibandingkan kebutuhan dengan yang ada.

Sedangkan anggaran untuk pembangunan fisik dayah tahun ini, hanya berasal dari dana aspirasi anggota DPRA yang ditempatkan melalui BPPD Aceh. Untunglah masih ada dana aspirasi sehingga lubang angin dayah tidak terhempas angin kencang. Karena banyak yang lapuk.

Para hadirin, sebenarnya ulama itu penurut, terutama kalau diajak berbuat pada kebajikan. Namun jangan lantas dianggap sangat penurut, sehingga ulama bisa digiring ke sana ke mari. Misalnya, diajak untuk memenuhi undangan kenduri, berdoa, peusijuek penempatan gedung parpol, kantor pemerintahan, bahkan swasta, saya rasa tidak ada teungku yang menolak.

Namun bukan berarti ulama bisa dibeli. Atau apalagi dianggap sebagai komoditas politik yang bisa diperjualbelikan sesuai dengan kebutuhan. Tapi tetap saja ada yang memperlakukan ulama seperti itu. Saya yakin, orang yang demikian tidak akan tenang dan makmur hidupnya.

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT. Kalau kita dengar pidato para pejabat yang turun ke dayah, kita sering mendengar komentar pejabat, bahwa kalau ingin maju, maka dayah harus mandiri. Harus punya usaha sendiri, penghasilan sendiri. Untung tidak ada pejabat yang mengatakan, kalau dayah ingin maju, bangun bank sendiri. Ini pasti pejabatnya tidak lulus fit and proper test.

Hadirin sekalian, mereka memang mudah mengatakan demikian, bahwa kemandirian lembaga dayah harus didorong. Tapi omong kosong, jika tanpa didukung dengan dana. Ironisnya, pejabat yang menuntut demikian, mungkin belum paham benar hukum perencanaan dan perekonomian dengan baik. Sebab, saat pejabat menuntut kemandirian dayah, justru anggaran untuk dayah di satu pihak terus dikebiri. Tragisnya, pada saat yang bersamaan, lembaga lain terus bergantung pada APBN dan APBA, bahkan kemandiriannya harus saban tahun disokong oleh dana APBN dan APBA. Kurang sedikit saja anggarannya, akan ribut terus. 


Hadirin sekalian, mengapa kita terkadang melihat ulama dan dayah sebagai komoditas, yang bisa diperlakukan sesuka hati. Habis manis sepah dibuang. Jadi jangan jadikan ulama sebagai stempel, alat pendukung, apalagi sebagai alat propaganda. 
Share this article :
 
Desainer: Abiya
Copyright © 2014. Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah
Sekretariat: Jl. Banda Aceh-Medan Km.16,8 Sibreh Aceh Besar