Foto Abu Sibreh saat menyerahkan bantuan untuk rohingya di Langsa |
Abu. H. Faisal Ali, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyesalkan rencana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menggugat (judicial review) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
“Sebelumnya kita ketahui ICJR tersebut di Jakarta, sementara qanun ini produk lokal yang diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat khusus untuk Aceh,” ujar Teungku Faisal saat dihubungi portalsatu.com, Jumat, 2 Oktober 2015.
Menurut Teungku Faisal, nilai-nilai yang terkandung dalam Qanun Jinayat itu sudah tepat, sehingga tidak patut jika digugat. “Saya sangat kecewa (jika digugat), tidak tepat apabila direktur ICJR melakukan judicial review hal-hal yang terdapat dalam qanun tersebut,” katanya.
“Kita juga ada pakar hukum dan ahli tata negara, bukan langsung melahirkan qanun dengan serta merta. Apabila qanun ini dibilang bertentangan dan memiliki potensi masalah atau bias dengan sistem hukum Indonesia, menurut saya ini terlalu berlebihan karena qanun tersebut belum dijalankan,” ujar Teungku Faisal.
Teungku Faisal melanjutkan, masyarakat luar tidak berhak menggugat Qanun Aceh. Pasalnya, kata dia, qanun ini akan dijalankan di Aceh, bukan di Jakarta. “Sangat tidak tepat dan tidak berhak mereka untuk men-judical review Qanun Aceh Nomor 6/2014 ini, karena yang merasakan dan menjalankan adalah orang Aceh, dan ini tujuannya untuk orang Aceh,” katanya.
“Jangan ganggu syariat Islam di Aceh, karena ini marwah rakyat Aceh. Apabila terjadi kekurangan nantinya, kita akan sempurnakan. Ini belum apa-apa mereka sudah takut duluan. Tidak perlu ditakuti, masih banyak qanun lain yang harus dipikirkan, tidak mesti Qanun Aceh tentang Jinayat yang harus di-judicial review,” ujar Teungku Faisal.